Oleh Christo Lawudin
RUTENG (FLORES POS) -- Uskup Ruteng, Mgr Hubert Leteng mengunjungi lokasi tambang Torong Besi dan hutan lindung Nggalak-Rego RTK 103 di Soga, Desa Robek, Kecamatan Reok, Rabu (21/7).
Uskup merayakan misa bertemakan ekologi bersama umat dari Paroki Reo dan paroki-paroki sekitarnya di kapela Torong Besi, Kelurahan Wangkung. Dalam perayaan itu Uskup Hubert berkali-kali minta masyarakat untuk konsisten sesuara dan sehati menolak tambang karena merusak tanah, alam, dan lingkungan hidup sebagai sesama ciptaan.
SAKSIKAN LOKASI TAMBANG – Uskup Ruteng Mgr Hubert Leteng datang lokasi tambang Soga dan Torong Besi untuk melihat langsung kerusakan hutan lindung Nggalak Rego, RTK 103 di Soga, Desa Robek, Kecamatan Reok, Rabu (21/7/2010).
Seperti disaksikan Flores Pos, kapela di tengah hutan itu dipadati umat yang datang dari pelbagai paroki dan desa-desa sekitar sejak pagi hari. Mereka datang untuk bertemu Uskup dan menghadiri perayaan ekaristi.
Umat menerima Uskup dengan acara adat kepok oleh para tua adat sebelum perayaan ekaristi. Ketika menjawab sapaan para tua adat itu, Uskup mengatakan, semua orang terutama masyarakat di wilayah pantai utara terutama pantai bagian barat sesuara dan sehati untuk menolak tambang karena merusak tanah, alam, dan lingkungan.
Dalam kotbah ekaristi, Uskup juga menegaskan hal yang sama. Uskup mengatakan, Tuhan telah memberikan alam yang indah kepada manusia di wilayah pantura, terutama pantura bagian barat ini. Namun, alam yang indah kini terancam keutuhannya oleh perilaku manusia sendiri yang serakah dengan alam. Manusia di wilayah Torong Besi sampai Labuan Bajo, Manggarai Barat tidak tinggal dan hidup sendiri. Tetapi, hidup dan berada bersama alam ciptaan lain.
“Karena itu, kita semua adalah saudara. Kita tak boleh saling menyakiti, apalagi menghancurkan yang lainnya. Manusia jangan monopoli. Jangan rusaki tanah, alam, dan lingkungan. Jangan cabut hak ciptaan lain. Karena itu, saya minta cukup sudah perusakan tanah di Torong Besi dan wilayah pantura bagian barat ini,” katanya.
Siapapun, kata Uskup, tak bisa mencabut hak hidup makhluk lain hanya karena diberi uang. Tanah ini bukan milik yang mempunyai uang atau pengusaha tambang atau yang mendapat izin pertambangan. Tanah dan lingkungan ini adalah milik banyak orang dan ciptaan lain.
Bukan sesuatu yang benar jika tanah, alam, dan lingkungan rusak oleh eksploitasi tambang oleh segelintir orang yang mendapat banyak atau sedikit uang hari ini. Tuhan mungkin masih bersabar, manusia mungkin masih bisa bernegosiasi, tetapi alam kalau sudah melewati batas akan marah. Kalau alam marah, siapapun tidak bisa menghalanginya. Alam sulit berkompromi dengan manusia, hujan berlebihan, kekeringan, hama belalang, hama tikus, tanah longsor, badai dari laut, dan lain-lain adalah bukti alam marah. Alam marah karena manusia merusakinya dan menghancurkannya, ujar Uskup.
“Untuk kebaikan dan kelangsungan hidup, manusia harus hidup bersaudara dengan ciptaan lain. Karena itu, kita harus tetap sesuara dan sehati untuk menolak tambang,” katanya.
Ekaristi ekologi ini dihadiri banyak imam di antaranya Vikjen Rm Laurens Sopang Pr, Vikep Borong Rm. Beny Jaya Pr, Pastor Paroki Reo, P. Yan Djuang SVD, Direktur Puspas Rm. Manfred Habur Pr, sejumlah pastor, dan para pastor dari kalangan JPIC OFM, dan SVD, dan projo Keuskupan Ruteng, seperti Rm Charles Suwendi Pr, P Simon Suban Tukan SVD, P Mateus Batubara OFM, P Aleks Jebadu SVD, dan para suster. Nyanyian misa bernafaskan alam dan lingkungan. Dalam perayaan ini juga ditampilkan fragmen yang mengisahkan kehancuran alam akibat serakah manusia oleh kaum muda dari kelompok ekopastoral OFM Pagal.
Setelah perayaan ekaristi, rombongan Uskup sempat berziarah ke gua Maria Torong Besi yang ada di pinggir tebing berbatu warna hitam. Sebagian umat mengikuti Uskup Hubert dan rombongan yang melihat dari dekat pertambangan mangan di hutan lindung Soga, Desa Robek, Kecamatan Reok oleh PT Sumber Jaya Asia (SJA).
Lokasi tambang bisa dicapai kendaraan roda dua dan empat. Tapi mobil uskup dan yang lainya tak bisa mencapai areal basecamp pertambangan. Karena di areal pintu masuk sudah dipasang besi palang pintu yang sudah digembok.
Uskup memasuki lokasi pertambangan dengan berjalan kaki di tengah terik matahari. Uskup berjalan perlahan untuk melihat dari dekat penghancuran kawasan hutan lindung Nggalak-Rego RTK 103 di di bukit Soga tersebut.
Uskup banyak bertanya kepada warga yang mendampinginya. Cukup lama Uskup dan rombongan untuk melihat lubang di dalam gunung tersebut. Malah, Uskup minta warga untuk mengambil beberapa material batu, pasir, dan lain-lain.
“Yang ada ini sepertinya bukan hanya mangan. Tolong bawa material yang ada. Kita berikan kepada ahlinya supaya tahu, apakah dari kawasan ini murni mangan atau ada yang lainnya,” kata Uskup Hubert sambil mengamati sejumlah bebatuan berwarna putih mengkilat, dan bebatuan kilat yang menempel pada onggokan batu dalam kawasan pertambangan itu.
Tanam Pohon
Pada kesempatan itu Uskup tanam pohon perdamaian di areal perbatasan di wilayah pintu masuk. Warga lainnya menanam gamal di wilayah bagian selatan basecam secara swadaya. Belasan anakan pohon perdamaian disiapkan oleh kelompok ekopastoral OFM Pagal.
Menurut P Mateus Batubara OFM, pohon perdamaian sengaja ditanam di areal perbatasan di jalur bagian barat. Tujuannya agar manusia berdamai dengan alam yang telah dirusak dan dihancurkan demi kepentingan segelintir orang. Penanaman secara simbolis dilakukan Uskup Hubert dan kemudian diikuti warga lainnya.
Di lokasi tambang Soga, tidak terlihat lagi aktivitas penggalian maupun pengangkutan. Peralatan kerja masih ada. Tetapi, sudah dipasangi police line oleh polisi. Hal yang sama terlihat di lokasi prosesing mangan di Kampung Jengkalang, Kelurahan Wangkung, Reo. Suasana juga sepi.
“Kita berharap penghentian aktivitas pertambangan untuk seterusnya. Hanya dengan itu, penghancuran terpimpin kawasan hutan lindung Soga, bisa dihentikan. Kasat mata, perusakan saat ini sangat parah. Kita berharap proses hukumnya tuntas dengan memproses semua yang terlibat,” kata P.Simon Suban Tukan SVD.
Kegiatan keagamaan seperti ini, kata aktivis Abdul Latif, juga dilakukan di Dampek, Manggarai Timur sebelumnya. Rombongan Uskup dan para jejaring lingkungan hidup dan warga Timbang mendatangi lokasi tambang Serise, Kecamatan Lambaleda. Kegiatan juga hampir sama dengan menanam pohon di kawasan perbatasan areal pertambangan.
“Kegiatan ini masih akan berlanjut. Para pencinta lingkungan hidup dan keuskupan akan mengadakan kegiatan di wilayah pantura Mabar,” katanya.*
Read more...
18 Agustus 2010
Uskup Ruteng Kunjungi Lokasi Tambang
Dibentuk, Forum Persaudaraan Pers Katolik KAK
Oleh Leonard Ritan
KUPANG (FLORES POS) -- Sedikitnya 72 wartawan dari berbagai media baik cetak maupun elektronik bersepakat untuk membentuk Forum Persaudaraan Pekerja Pers Katolik Keuskupan Agung Kupang (KAK) dengan sekretariat bersama di Kantor Komunikasi Sosial (Komsos) KAK.
Kesepakatan ini diambil dalam acara pertemuan antara para kekerja pers Katolik dan Uskup Agung Kupang, Mgr. Petrus Turang yang difasilitasi Komsos KAK bertempat di susteran Belo-Kupang, Minggu (15/8).
Kegiatan pertemuan ini diawali dengan perayaan ekarasti yang dipimpin Mgr Petrus Turang. Dalam kotbahnya, Uskup Turang menerangkan tentang sejarah perjalanan gereja dalam mengimani Bunda Maria. Karena Yesus adalah Tuhan, maka Maria bunda-Nya juga adalah suci. Sehingga Paus Benediktus XII menetapkan doktrin penghormatan secara khusus kepada Bunda Maria dengan menetapkan satu hari sebabagi hari perayaan Maria Diangkat ke Surga.
Sesepuh pers NTT, Damian Godho mengawali sesi dialog dengan Uskup Petrus Turang menyampaikan, hadirnya forum ini telah didiskusikan bersama dengan pihak Komsos KAK. Forum ini hanyalah wadah komunikasi diantara sesama wartawan/pekerja pers Katolik di NTT dan Kota Kupang khususnya.
“Para wartawan ingin masuk dalam tugas pewartaan di KAK. Sehingga program keuskupan bisa disampaikan kepada umat di keuskupan ini,” katanya.
Uskup Petrus Turang menegaskan, tugas seorang wartawan adalah mewartakan. Tentunya, seorang wartawan harus memiliki pengetahuan yang cukup karena apa yang diwartakan itu untuk didengar atau dibaca oleh masyarakat. Sehingga yang paling penting bagi seorang wartawan adalah mengakrabkan diri dengan perpustakaan. Jika wartawan dibekali dengan pengetahuan yang memadai, tentunya pilihan kata yang hendak disampaikan atau ditulis adalah bahasa yang tepat.
“Tak ada sesuatu yang dapat diberikan tanpa dimiliki. Mengingat tahun ini sebagai tahun ajaran sosial gereja, diperlukan interaksi sosial yang bagus di tengah masyarakat,” tandas Uskup Petrus Turang.
Ia menegaskan, wartawan harus tampil sebagai sebuah jembatan yang mampu menyampaikan informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat. Karena itu, seorang wartawan tidak menjadikan profesinya sebagai sebuah kesempatan mendapatkan pekerjaan, tapi bagaimana membangun diri dan relasinya dengan lingkungan sosial. Ini berangkat dari realita hidup manusia yakni mencari keuntungan dan mendapatkan kekuasaan atau jabatan. Media harus mampu melihat orang-orang miskin dan tertindas agar mereka dapat keluar dari masalah yang dihadapi. Ini berkaitan dengan kehidupan sosial ekonomi.
“Sudahkah wartawan mencari berita yang benar? Ataukah hanya mendapatkan pekerjaan untuk meraih keuntungan dan jabatan?” tanya Uskup Petrus Turang.
Ia menambahkan, wartawan harus memiliki kekuatan untuk menggerakkan semua institusi seperti pemerintah dan agama. Ini dimaksudkan agar institusi-institusi itu dapat melihat kondisi riil yang dihadapi masyarakat. Intinya, menghormati manusia secara utuh. Inilah prinsip moral yang harus dijalankan seorang wartawan.
Pada kesempatan itu Uskup Petrus Turang menggugah aspek pendidikan. Sudah sejauhmana masalah pendidikan dibahas dan dicari jalan keluar. Karena itu semua pihak termasuk para wartawan untuk selalu merefleksi dan mengintrospeksi diri tentang keberpihakan terhadap masalah pendidikan.
Flores Pos | Berita | Pers
| 18 Agustus 2010 |
Read more...
17 Agustus 2010
Dosen-Dosen STPM Santa Ursula Gelar Raker
Meningkatkan Mutu dan Pengabdian kepada Masyarakat
Oleh Frans Obon
ENDE (FLORES POS ) -- Para dosen dan pegawai Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat (STPM) Santa Ursula menggelar rapat kerja selama dua hari untuk mendorong keterlibatan aktif lembaga tersebut dalam mengabdi pada kepentingan masyarakat luas dan peningkatan mutu tamatannya.
Pejabat Ketua STPM Paskalis FX Hurint mengatakan, rapat kerja dua hari ini (Senin-Selasa) selain mengevaluasi seluruh pelaksanaan program tahun ajaran 2009/2010, juga menyusun program yang dibutuhkan lembaga pendidikan tersebut untuk makin memantapkan mutu dan pengabdiannya kepada masyarakat.
Untuk meningkatkan mutu proses kuliah, kepada para mahasiswa dibagikan angket-angket. Hasilnya nanti diolah dan akan diberikan kepada para dosen untuk dijadikan bahan dalam proses pengembangan diri dan mutu perkuliahan.
“Satu hal yang dibicarakan pada raker ini adalah mengenai sistem penjaminan mutu dengan titik star dari akreditasi Mei lalu. STPM harus menentukan kriteria jaminan mutu baik dalam penerimaan mahasiswa maupun standar kelulusannya,” kata Feri, Selasa (13/7/2010).
Dalam pertemuan ini juga dibahas mengenai manajemen kampus. Juga dibahas soal otonomi keilmuan dosen.
“Kita menekankan pentingnya otonomi keilmuan dosen yang bertolak dari penelitian yang dilakukan. Apa yang ditemukan dari hasil penelitiannya, itulah yang disajikannya dalam perkuliahan. Karena itu kita minta yayasan bisa membantu merealisasi penelitian mandiri sesuai dengan mata kuliah yang diasuh para dosen,” katanya.
Sekolah ini sedang berjuang mendapatkan izin pembukaan program Ilmu Administrasi Negara dan Ilmu Pemerintahan. “Tinggal tunggu keputusan Dirjen Dikti. Ada lampu hijau,” katanya.
“Raker ini merupakan proses sharing dan dialog. Karena fokus dan lokus lembaga ini pada pemberdayaan masyarakat, sekolah ini harus berusaha berpegang teguh pada visi dan misi dasarnya. Sekolah ini harus menyatu dengan masyarakat dan meningkatkan keterlibatannya di tengah masyarakat sesuai dengan tri dharma perguruan tinggi,” kata Alo Kelen, dosen STPM Santa Ursula Ende.
Menurut dia, sekolah ini perlu meningkatkan dedikasinya untuk ada di tengah masyarakat dan membangun kerja sama dengan pihak lain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, katanya. Kehadiran lembaga ini harus dirasakan oleh masyarakat, lanjutnya.
“Dosen-dosen juga harus belajar dari masyarakat dan berada dalam gerakan bersama sebagaimana disepakati dalam Muspas VI Keuskupan Agung Ende, karena visi dan misi sekolah ini sambung dengan visi dan misi Muspas VI,” kata Alo, yang menjadi peserta Muspas VI, yang berlangsung 6-11 Juli 2010 di Ende.
“Raker ini penting dan tidak hanya sekadar menyusun agenda kerja, tetapi membangun komitmen lembaga ini untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat dan mengembangkan sumber daya bagi usaha pemberdayaan masyarakat,” kata Elias Cima, dosen STPM.
Menurut dia, lembaga pendidikan tinggi ini selain mengembangkan berbagai bidang studi untuk meningkatkan mutu tamatannya, tapi perlu terus menerus menegaskan keberpihakannya kepada orang kecil.
“Visi dasarnya adalah keberpihakan pada orang-orang kecil”.
Peningkatan mutu yang dibahas dalam raker ini, katanya, tidak saja menyangkut dosen, melainkan juga tenaga non edukatif.
Read more...
MOS sebagai Medium Pendidikan Nilai
Melatih Siswa Berdisiplin dan Bertanggung Jawab
Oleh Frans Obon
ENDE (FLORES POS) -- Masa Orientasi Sekolah (MOS) menjadi medium untuk pendidikan nilai bagi 267 siswa baru SMPK Santa Ursula, selain sebagai kesempatan bagi siswa baru untuk mengenal lingkungan sekolah dan mengenal visi dan misi sekolah.
Kepala Sekolah SMPK Santa Ursula Suster Regina Praptiwi OSU, Selasa (14/7) mengatakan, kegiatan ini bertujuan agar siswa mengenal, memahami dan melaksanakan visi dan misi sekolah.
“Sebagai komunitas pembelajaran, kami mengajarkan anak-anak untuk melaksanakan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, disiplin, dan kerendahan hati. Artiinya seluruh mata pelajaran dan proses pembelajaran harus dijiwai oleh nilai-nilai ini. Anak-anak dilarang menyontek. Kalau menyontek, dia langsung mendapat nilai nol”.
Sekolah yang diasuh suster-suster Ursulin ini punya visi: “Komunitas pembalajaran yang kritis, kreatif, inovatif, mengintegrasikan iman dan ilmu pengetahuan dan nilai-nilai hidup seturut semangat Santa Angela”.
Dia mengatakan, seluruh aktivitas pembelajaran di kelas akan menghidupi visi dan misi ini.
Selama MOS ini, para siswa diperkenalkan dengan cara belajar ang efektif, penegakan tata tertib, dan melatih disiplin, dan mendapat ceramah tentang narkob.
“Sejak dini anak-anak diberitahu bahwa narkoba merusak diri dan masa depan mereka. Lebih baik mencegah daripada mereka terjerumus. Kami ajak anak-anak untuk mengatakan tidak terhadap narkoba,” katanya.
Pada masa MOS ini juga anak-anak dilatih kreativitasnya dengan mengadakan fashion show yang terbuat dari kertas-kertas bekas.
“Sekolah ini melarang siswa membawa handphone ke sekolah. Karena hal ini akan merusak mental dan konsentrasi anak. Kalau bawa HP, sedikit-sedikit keluar. Kami ingin melatih anak untuk disiplin dan bertanggung jawab”.
Guru-guru tidak dilarang membawa HP. Tapi ketika proses belajar mengajar berlangsung di kelas, guru harus meninggalkan HP-nya di ruang guru.
Siswa yang ikut MOS juga dilatih baris-berbaris oleh anggota Polres Ende. “Ini bagian dari kegiatan agar anak tahu disiplin”.
Ketua Panitia MOS, Elisabeth Kura mengatakan, siswa antusias mengikuti kegiatan MOS. “Kelihatannya mereka gembira. Meski mereka baru tamat dari sekolah dasar, mereka tidak terlalu sulit diatur, malah bersemangat”.
Kegiatan MOS berlangsung 12-17 Juli.*
Read more...
16 Agustus 2010
Benedict XVI at Angelus: Mary's mission of salvation and intercession continues today
Castel Gandolfo, Italy, Aug 15, 2010 / 09:30 am (CNA/EWTN News).- Although Mary was assumed into heaven, she "has not abandoned her mission of intercession and salvation" on Earth, explained Pope Benedict, using the words of one of his predecessors. Before the Marian prayer at noon on Assumption Sunday, he highlighted Mary's historic role in the Church, inviting continued trust in the Mother of God and prayer for her aid on earth.
The Holy Father met with pilgrims in the courtyard of the pontifical villa at Castel Gandolfo for the Angelus after having celebrated Mass for the Solemnity of the Assumption of the Blessed Virgin Mary in the nearby parish of St. Thomas of Villanova. Walking to the church for the celebration and then returning again on foot afterwards for the Angelus, he was able to greet many people personally along the way.
During the pre-Angelus catechesis, he said that on the Solemnity of the Assumption "we celebrate the passage from the earthly condition to the celestial bliss of She who generated in the flesh and received in faith the Lord of Life."
The Virgin Mary has been venerated since the Church's foundation and the first Marian feasts were observed already in the 4th century, he pointed out, highlighting that some were in recognition of her role in the history of salvation and others for major moments in her earthly life.
"The meaning of today's feast," he explained, "is contained in the conclusive words" of Venerable Pope Pius XII from his definition of the dogma of the Assumption of the Blessed Virgin in 1950. In the document “Munificentissiums Deus,” he asserted that "the Immaculate Mother of God, the ever Virgin Mary, having completed the course of her earthly life, was assumed body and soul into heavenly glory."
Turning to the Virgin Mary's presence in the Church, Pope Benedict said that "artists of every age" have decorated churches with works depicting the holiness of the Lord's Mother while poets, writers and musicians have rendered her tribute in liturgical hymns and chants.
"From East to West," he observed, "the 'Tuttasanta' (all holy) is invoked as the Heavenly Mother, who sustains the Son of God in her arms and under whose protection all of humanity finds refuge ..."
Illustrating this point, he recited the ancient Marian prayer from the Byzantine tradition: "Beneath your compassion we take refuge, O Virgin Theotokos: Despise not our prayer in our need, but deliver us from danger, for you alone are pure and blessed."
In Sunday's Gospel, the Pope continued, the fulfillment of salvation through Our Lady is described by St. Luke who relates the story of Mary, "in whose womb the 'little Omnipotent one' is made," who goes immediately to her cousin Elizabeth after the Angel's announcement "to bring her the Savior of the world.
"And, in fact, 'as Elizabeth heard the greeting of Mary, the infant leaped in her womb, and Elizabeth was filled with the Holy Spirit.' The two women, who awaited the fulfillment of the divine promise, anticipate, then, the joy of the coming of the Kingdom of God, the joy of salvation."
Concluding, the Holy Father exhorted all people to entrust themselves to Mary, who, as Pope Paul VI said, despite being "assumed into heaven ... has not abandoned her mission of intercession and salvation.
"To Her, the guide of the Apostles, the support of the Martyrs, the light of the Saints, we turn our prayer, asking her to accompany us on this earthly life, to help us to look to Heaven and to receive us one day alongside Her Son Jesus."
Read more...
Vatican conference for Catholic press to examine how to cover controversy
Vatican City, Aug 16, 2010 / 03:32 pm (CNA/EWTN News).- The Pontifical Council for Social Communications (PCCS) has organized a conference to examine the role of the Catholic press in today's world. Among the themes to be addressed is the Catholic media response to controversy within the Church.
Over the weekend, the Vatican's L'Osservatore Romano (LOR) newspaper announced the Oct. 4-7 conference, which will focus on the comparison between traditional and new Catholic media.
According to the article and a program available on the PCCS website, each of the first three days of the conference will address a different aspect of the Catholic media presence around the globe.
The first day's panel and separate group discussions will focus on the challenges and opportunities offered to Catholic press in today's world. Then on Oct. 5, after a morning of looking at how Catholic media contribute to the public forum, culture and the life of the Church, conference participants will examine how to cover controversy in the Church.
A panel composed of a blogger, a Church spokesperson, a theologian, a sociologist and a secular journalist will take a look at the theme "Ecclesial Communion and Controversies. Freedom of Expression and the Truth of the Church." The names of the panel contributors have not yet been announced.
After the panel weighs in, press participants will divide into groups by languages to examine the central questions of whether or not Catholic press should avoid certain topics, how it should "speak of controversial issues and discuss the idea of giving "a voice to dissent."
A morning panel on the third day will look at economics, journalistic challenges, interactivity, language and the "digital divide," and seeking to be "effectively present" in the digital world. Later in the day, participants will examine successful Catholic media ventures and look at how they can collaborate and seek support.
The final day, Oct. 7, will be devoted to examining the results of groups discussions from the first three days.
Read more...
15 Agustus 2010
Dari Diskusi, Tiga Masalah Pokok
Ruang-ruang diskusi sangat dinamis
Oleh Frans Obon
ENDE (FLORES POS) -- Diskusi-diskusi kelompok dalam Musyawarah Pastoral (Muspas) VI kali ini sangat dinamis. Tampak sekali para peserta bersemangat membahas berbagai isu strategis yang masih mengganjal dan yang menyebabkan tidak optimalnya peranan komunitas basis sebagai komunitas pemberdayaan dan perjuangan.
Dari lima pokok bahan diskusi yakni komunitas umat basis, fungsionaris pastoral, kerasulan di tengah tata dunia, sumber daya pastoral dan kelompok-kelompok strategis, ditemukan tiga masalah pokok yang cukup menonjol.
Dari masalah-masalah yang ada, para peserta berusaha mencari dan menggali “apa pesan Allah di dalamnya dan apa yang harus dilakukan ke depan”.Tiga masalah yang menonjol itu adalah pertama, Kitab Suci belum menjadi roh yang menggerakkan komunitas-komunitas basis. Kedua, kesadaran dan pengetahuan tentang komunitas basis masih rendah, dan ketiga pemahaman komunitas basis sebagai komunitas perjuangan di mana dalam komunitas basis itu orang menemukan pembebasan dan pemberdayaan masih belum tampak.
Peserta menilai, fungsionaris pastoral di komunitas umat basis belum memiliki keterampilan yang memadai. Demikian juga kerasulan gereja di tengah tata dunia, diskusi menyebutkan bahwa gereja belum sungguh merasul dalam tata dunia khususnya dalam bidang politik, ekonomi dan lingkungan hidup. Gereja belum terlibat penuh di dalam menentukan keputusan-keputusan publik.
Mengenai sumber daya pastoral, gereja memiliki sumber daya pastoral yang memadai tapi sumber daya pastoral ini belum digunakan secara optimal untuk kemajuan dan perkembangan gereja.
Peserta diskusi sadar bahwa orang muda Katolik (OMK) merupakan kelompok-kelompok strategis dan tulang punggung gereja. Namun diakui, perhatian dan pendampingan kelompok-kelompok strategis ini belum mendapat porsi yang seharusnya.
Persoalan-persoalan dasar ini akan terus digeluti dalam beberapa hari ke depan untuk menemukan arah dasar dan strategi pastoral yang tepat. Peserta diminta menemukan jalan keluar bersama.
Meski ada perbedaan pendapat dan diskusi yang dinamis, namun para peserta menegaskan lagi betapa penting menjadikan Kitab Suci sebagai inspirasi bagi seluruh karya gereja. Kitab suci menjadi dasar bagi keterlibatan gereja dalam berbagai bidang kehidupan.*
Read more...