18 Agustus 2010

Uskup Ruteng Kunjungi Lokasi Tambang

Oleh Christo Lawudin

RUTENG (FLORES POS) -- Uskup Ruteng, Mgr Hubert Leteng mengunjungi lokasi tambang Torong Besi dan hutan lindung Nggalak-Rego RTK 103 di Soga, Desa Robek, Kecamatan Reok, Rabu (21/7).

Uskup merayakan misa bertemakan ekologi bersama umat dari Paroki Reo dan paroki-paroki sekitarnya di kapela Torong Besi, Kelurahan Wangkung. Dalam perayaan itu Uskup Hubert berkali-kali minta masyarakat untuk konsisten sesuara dan sehati menolak tambang karena merusak tanah, alam, dan lingkungan hidup sebagai sesama ciptaan.


SAKSIKAN LOKASI TAMBANG – Uskup Ruteng Mgr Hubert Leteng datang lokasi tambang Soga dan Torong Besi untuk melihat langsung kerusakan hutan lindung Nggalak Rego, RTK 103 di Soga, Desa Robek, Kecamatan Reok, Rabu (21/7/2010).


Seperti disaksikan Flores Pos, kapela di tengah hutan itu dipadati umat yang datang dari pelbagai paroki dan desa-desa sekitar sejak pagi hari. Mereka datang untuk bertemu Uskup dan menghadiri perayaan ekaristi.

Umat menerima Uskup dengan acara adat kepok oleh para tua adat sebelum perayaan ekaristi. Ketika menjawab sapaan para tua adat itu, Uskup mengatakan, semua orang terutama masyarakat di wilayah pantai utara terutama pantai bagian barat sesuara dan sehati untuk menolak tambang karena merusak tanah, alam, dan lingkungan.

Dalam kotbah ekaristi, Uskup juga menegaskan hal yang sama. Uskup mengatakan, Tuhan telah memberikan alam yang indah kepada manusia di wilayah pantura, terutama pantura bagian barat ini. Namun, alam yang indah kini terancam keutuhannya oleh perilaku manusia sendiri yang serakah dengan alam. Manusia di wilayah Torong Besi sampai Labuan Bajo, Manggarai Barat tidak tinggal dan hidup sendiri. Tetapi, hidup dan berada bersama alam ciptaan lain.

“Karena itu, kita semua adalah saudara. Kita tak boleh saling menyakiti, apalagi menghancurkan yang lainnya. Manusia jangan monopoli. Jangan rusaki tanah, alam, dan lingkungan. Jangan cabut hak ciptaan lain. Karena itu, saya minta cukup sudah perusakan tanah di Torong Besi dan wilayah pantura bagian barat ini,” katanya.
Siapapun, kata Uskup, tak bisa mencabut hak hidup makhluk lain hanya karena diberi uang. Tanah ini bukan milik yang mempunyai uang atau pengusaha tambang atau yang mendapat izin pertambangan. Tanah dan lingkungan ini adalah milik banyak orang dan ciptaan lain.

Bukan sesuatu yang benar jika tanah, alam, dan lingkungan rusak oleh eksploitasi tambang oleh segelintir orang yang mendapat banyak atau sedikit uang hari ini. Tuhan mungkin masih bersabar, manusia mungkin masih bisa bernegosiasi, tetapi alam kalau sudah melewati batas akan marah. Kalau alam marah, siapapun tidak bisa menghalanginya. Alam sulit berkompromi dengan manusia, hujan berlebihan, kekeringan, hama belalang, hama tikus, tanah longsor, badai dari laut, dan lain-lain adalah bukti alam marah. Alam marah karena manusia merusakinya dan menghancurkannya, ujar Uskup.

“Untuk kebaikan dan kelangsungan hidup, manusia harus hidup bersaudara dengan ciptaan lain. Karena itu, kita harus tetap sesuara dan sehati untuk menolak tambang,” katanya.

Ekaristi ekologi ini dihadiri banyak imam di antaranya Vikjen Rm Laurens Sopang Pr, Vikep Borong Rm. Beny Jaya Pr, Pastor Paroki Reo, P. Yan Djuang SVD, Direktur Puspas Rm. Manfred Habur Pr, sejumlah pastor, dan para pastor dari kalangan JPIC OFM, dan SVD, dan projo Keuskupan Ruteng, seperti Rm Charles Suwendi Pr, P Simon Suban Tukan SVD, P Mateus Batubara OFM, P Aleks Jebadu SVD, dan para suster. Nyanyian misa bernafaskan alam dan lingkungan. Dalam perayaan ini juga ditampilkan fragmen yang mengisahkan kehancuran alam akibat serakah manusia oleh kaum muda dari kelompok ekopastoral OFM Pagal.

Setelah perayaan ekaristi, rombongan Uskup sempat berziarah ke gua Maria Torong Besi yang ada di pinggir tebing berbatu warna hitam. Sebagian umat mengikuti Uskup Hubert dan rombongan yang melihat dari dekat pertambangan mangan di hutan lindung Soga, Desa Robek, Kecamatan Reok oleh PT Sumber Jaya Asia (SJA).

Lokasi tambang bisa dicapai kendaraan roda dua dan empat. Tapi mobil uskup dan yang lainya tak bisa mencapai areal basecamp pertambangan. Karena di areal pintu masuk sudah dipasang besi palang pintu yang sudah digembok.

Uskup memasuki lokasi pertambangan dengan berjalan kaki di tengah terik matahari. Uskup berjalan perlahan untuk melihat dari dekat penghancuran kawasan hutan lindung Nggalak-Rego RTK 103 di di bukit Soga tersebut.

Uskup banyak bertanya kepada warga yang mendampinginya. Cukup lama Uskup dan rombongan untuk melihat lubang di dalam gunung tersebut. Malah, Uskup minta warga untuk mengambil beberapa material batu, pasir, dan lain-lain.

“Yang ada ini sepertinya bukan hanya mangan. Tolong bawa material yang ada. Kita berikan kepada ahlinya supaya tahu, apakah dari kawasan ini murni mangan atau ada yang lainnya,” kata Uskup Hubert sambil mengamati sejumlah bebatuan berwarna putih mengkilat, dan bebatuan kilat yang menempel pada onggokan batu dalam kawasan pertambangan itu.

Tanam Pohon

Pada kesempatan itu Uskup tanam pohon perdamaian di areal perbatasan di wilayah pintu masuk. Warga lainnya menanam gamal di wilayah bagian selatan basecam secara swadaya. Belasan anakan pohon perdamaian disiapkan oleh kelompok ekopastoral OFM Pagal.

Menurut P Mateus Batubara OFM, pohon perdamaian sengaja ditanam di areal perbatasan di jalur bagian barat. Tujuannya agar manusia berdamai dengan alam yang telah dirusak dan dihancurkan demi kepentingan segelintir orang. Penanaman secara simbolis dilakukan Uskup Hubert dan kemudian diikuti warga lainnya.

Di lokasi tambang Soga, tidak terlihat lagi aktivitas penggalian maupun pengangkutan. Peralatan kerja masih ada. Tetapi, sudah dipasangi police line oleh polisi. Hal yang sama terlihat di lokasi prosesing mangan di Kampung Jengkalang, Kelurahan Wangkung, Reo. Suasana juga sepi.

“Kita berharap penghentian aktivitas pertambangan untuk seterusnya. Hanya dengan itu, penghancuran terpimpin kawasan hutan lindung Soga, bisa dihentikan. Kasat mata, perusakan saat ini sangat parah. Kita berharap proses hukumnya tuntas dengan memproses semua yang terlibat,” kata P.Simon Suban Tukan SVD.

Kegiatan keagamaan seperti ini, kata aktivis Abdul Latif, juga dilakukan di Dampek, Manggarai Timur sebelumnya. Rombongan Uskup dan para jejaring lingkungan hidup dan warga Timbang mendatangi lokasi tambang Serise, Kecamatan Lambaleda. Kegiatan juga hampir sama dengan menanam pohon di kawasan perbatasan areal pertambangan.

“Kegiatan ini masih akan berlanjut. Para pencinta lingkungan hidup dan keuskupan akan mengadakan kegiatan di wilayah pantura Mabar,” katanya.*


Tidak ada komentar:

Posting Komentar