3 April 2009

Gereja di Wilayah Penyanderaan Berencana Tetap Melakukan Kegiatan Pekan Suci

MANILA (UCAN) -- Kevikepan Jolo di Filipina bagian selatan berencana tetap mengadakan berbagai kegiatan Pekan Suci meski keadaan darurat diberlakukan di Propinsi Sulu itu karena adanya penyanderaan.

Pada 1 April Uskup Angelito Lampon mengatakan kepada Radyo Veritas yang dikelola Gereja bahwa kevikepannya akan mengadakan berbagai kegiatan di bawah pengamanan tentara, seperti biasa, namun dengan "sejumlah penyesuaian" untuk mematuhi aturan keadaan emergensi yang diberlakukan pada hari sebelumnya.

Gubernur Abdusakur Tan dari Sulu mendeklarasikan keadaan darurat pada 31 Maret, beberapa menit setelah pukul 2.00 petang, deadline yang ditetapkan kelompok ekstrimis Abu Sayyaf bagi pasukan pemerintah untuk meninggalkan lima kota di Sulu. Kelompok itu mengancam akan memenggal kepala satu dari tiga orang yang disanderanya jika tuntutan itu tidak dipenuhi.

Masih belum ada laporan tentang eksekusi itu, namun hingga 2 April petang, ketua Palang Merah Nasional Senator Richard Gordon mengatakan organisasimya belum menerima bukti bahwa para sandera masih hidup. Ketiga sandera itu adalah seorang perempuan dan dua pria, pekerja dari Komisi Palang Merah Internasional.

Abu Sayyaf menyandera pekerja asal Italia, Filipina, dan Swiss itu sejak 15 Januari. Gordon mengatakan mereka berada di wilayah hutan Indanan.

Uskup Lampon mengatakan pukul 9.00 malam hingga 4.00 subuh diberlakukan jaga malam di Jolo, ibukota Sulu. "Ada sejumlah pos pemeriksaan sekitar tempat kami," dan pasukan keamanan "memeriksa kelompok-kelompok bersenjata."

Namun, ia menjelaskan, kehidupan Gereja di sana dalam keadaan “normal.”

Kevikepan itu telah berkoordinasi dengan Polisi Nasional Filipina dan militer untuk keamanan dalam perayaan-perayaan mendatang, katanya. Sebuah tim dengan sedikitnya empat tentara bergantian menjaga Katedral Maria Bunda Karmel.

“Sedapat mungkin, kami akan mengadakan berbagai kegiatan pada siang hari,” kata uskup itu. Namun, bila perayaan memang harus diadakan pada waktu lain, seperti Malam Paskah, yang diselenggarakan pada malam hari menjelang Minggu Paskah, maka ”kami meminta bantuan keamanan.”

Uskup itu mengakui bahwa umat yang menghadiri Misa bisa saja berkurang dari biasa, sambil mengatakan bahwa itu bisa dipahami jika umat tidak ke gereja pada tirakatan Malam Paskah “karena situasi yang menegangkan ini.”

Ia menambahkan bahwa penyiaran ibadat keagamaan melalui stasiun-stasiun radio yang dikelola Gereja bisa saja dilakukan. Di kevikepan itu terdapat sejumlah stasiun radio AM di Jolo dan Bongao, di Propinsi Tawi-Tawi yang bertetangga.

Kevikepan itu meliputi dua propinsi yang mayoritas penduduknya Muslim, dan umat Katolik hanya dua persen dari 1,1 juta total penduduk.

Keputusan diberlakukan keadaan darurat itu dibuat dalam dewan perdamaian daerah Sulu. Dewan itu juga memutuskan untuk mengijinkan pihak keamanan menggeledah rumah-rumah yang “diduga ada gerakan yang dicurigai,” dengan membawa surat perintah resmi.

Sejumlah masyarakat prihatin bahwa militer akan menyalahgunakan kekuasaannya pada keadaan darurat itu, sementara yang lain melihat bahwa langkah itu merupakan cara yang bisa mengakhiri krisis penyanderaan itu.

Sekretaris Daerah Ronaldo Puno mengatakan dalam sebuah acara televisi pada 1 April bahwa faksi-faksi Abu Sayyaf menurut laporan tidak setuju dengan apa yang akan dilakukan pada para sandera itu. Dia mengatakan bahwa beberapa pemimpin kelompok bahkan prihatin dengan pernyataan yang dikeluarkan ulama yang mengatakan pemenggalan kepala itu bertentangan dengan Islam.

Dalam wawancaranya dengan Radyo Veritas, Uskup Lampon mengatakan bahwa para imam bisa pergi merayakan Misa di wilayah-wilayah kubu Abu Sayyaf berada jika mereka dilindungi oleh Marinir. Mereka juga bisa pergi bersama kelompok-kelompok Palang Merah, yang dikawal tentara, untuk melayani kebutuhan umat Katolik, tambahnya.

Prelatus itu mengatakan warga desa di wilayah-wilayah Abu Sayyaf disarankan pergi lebih dekat ke pusat-pusat kota atau sekolah-sekolah di daerah pinggiran untuk menghindari penangkapan dalam operasi militer.

Ia menekankan bahwa doa, bukan senjata, akan "mengubah hati" orang, termasuk para anggota Abu Sayyaf.
2009-4-2 | PM06977.636b | 563 kata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar