3 April 2009

Jalan Terjal Kehidupan

Oleh Reginald Piperno Pr


TIDAK dapat kita dimungkiri bahwa banyak orang saat ini mulai dilanda mental instan atau mental cari gampang. Orang tidak lagi mementingkan soal proses tetapi yang dikejar adalah hasil yang ingin diraih. Entah dengan menggunakan cara yang halal atau pun tidak, itu bukan yang terpenting, asalkan apa yang dinginkan, atau apa yang dicita-citakan dapat terwujud. Ingin cepat kaya, atau banyak uang, orang tidak perlu berusaha atau bekerja keras, cukup dengan pandai memanfaatkan kesempatan, pintar membaca peluang, jeli melihat situasi, dan ahli dalam berretorika maka uang sendirinya mengalir ke rekening pribadi.

Ingin mendapat jabatan atau kedudukan, orang tidak perlu bekerja professional atau tidak butuh keahlian, cukup dengan rajin mencari muka, pandai menebar pesona, dekat dengan yang berkuasa maka kedudukan dan jabatan dengan sendirinya akan diperoleh. Atau untuk menjadi seorang penguasa, orang tidak butuh kepandaian atau keahlian, tidak butuh kerja keras, cukup punya banyak uang, ditambah sedikit relasi dengan yang berkuasa, lalu sedikit dukungan masyarakat maka otomatis kekuasaan akan dicapai.

Inilah gambaran mental instan yang tengah melanda manusia-manusia jaman kini. Tujuan atau hasil yang ingin dicapai menghalalkan segala cara. Sampai pada simpul ini, manusia sebenarnya telah melenyapkan atau melunturkan nilai-nilai luhur kehidupannya. Harga diri dan nilai kemanusiawiannya mengalami degradasi yang memprihatinkan.

Tragis memang! Tapi itulah gambaran paling tranparan tentang situasi kehidupan kita. Ingin menggapai sesuatu dengan cara gampang, tanpa perlu berusaha dan bekerja keras. Jalan-jalan terjal kehidupan sering kita hindari untuk meraih sukses. Proses perjuangan dan kerja keras tidak lagi menjadi hal yang sangat penting untuk menggapai sesuatu tetapi hasil itulah yang menjadi tujuan utama.

Bacaan Injil minggu ini mengetengahkan kepada kita tentang jalan-jalan terjal yang mesti dilalui Yesus untuk mencapai kemuliaan. Kepada orang-orang Yunani yang ingin bertemu denganNya Yesus berkata,”Sesungguhnya jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia akan tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya akan kehilangan nyawanya dan barangsiapa kehilangan nyawa karena Aku, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal”.

Pernyataan Yesus ini mau menunjukkan kepada kita tentang sikap iman yang mesti kita hayati sebagai pengikut-pengikut Kristus. Iman kita telah lahir dan tumbuh setelah melalui proses panjang, melewati jalan-jalan terjal dan padang gurun kehidupan. Jatuh dan bangun dalam menumbuhkan dan mempertahankan iman kita akan Kristus, telah menjadi sejarah panjang yang senantiasa menggema dalam diri setiap orang yang mengaku diri sebagai pengikuti-pengikut Kristus. Iman kita justru lahir dan tumbuh ditengah badai tantangan dan gelora gelombang penganiayaan.

Oleh karena itu, bagi setiap kita yang mengaku diri beriman kepada Kristus, kita diajak untuk berani menghadapi tantangan, berani menolak tawaran-tawaran yang melumpuhkan daya juang kita untuk bisa meraih sukses atau untuk dapat memperoleh sesuatu. Menghindari dari tantangan dan menggunakan “jalan pintas” atau “mental instan” untuk memperoleh sesuatu adalah bentuk nyata dari sikap pengingkaran terhadap iman kita sendiri. Sebagai orang Katholik (Kristen), kita diajak untuk selalu menghargai setiap proses, menghargai setiap perjuangan untuk menggapai apa yang kita inginkan.

Yesus telah menunjukkan kepada kita tentang sebuah kebenaran hakiki, bahwa benih harus mati untuk bisa menghasilkan buah. Tanpa mati dan ditanam dalam tanah, maka benih tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali mengalami kerusakan dan kehancuran. Dan untuk dapat menghasilkan buah dibutuhkan proses yang panjang. Sampai disini, kesabaran, keuletan, ketekunan dan perjuangan kita diuji. Benih tidak mungkin menghasilkan buah melalui jalan pintas atau sistem instan. Tahap demi tahap mesti ia lewati.

Melalui perumpamaan tentang biji sesawi Yesus telah mengedor kesadaran kita sekalian bahwa hanya orang-orang yang menghargai proses, berani menghadapi tantangan dan berani melewati jalan-jalan terjal kehidupanlah yang akan menuai kebahagiaan. Tanpa usaha dan perjuangan, tanpa kerja keras dan pengorbanan, kita hanya akan mengalami kebahagian semu dalam kehidupan ini.

Yesus sendiri telah membuktikan hal ini. Seluruh perjalanan hidupNya adalah sebuah perjalanan Salib. Ia ditolak, dicercah, dianiaya bahkan harus menerima kematian secara tragis di kayu Salib.

Ia sendiri telah menjadi biji sesawi kerajaan surga yang harus mati, dikuburkan dan bangkit untuk menghasilkan buah yakni kegembiraan dan kemuliaan. Proses menuju kebahagiaan dan kemuliaan yang dialami Yesus mesti melewati jalan panjang. Ia rela menanggalkan ke-AllahanNya dan menggambil rupa sama seperti kita manusia. Ia mengalami situasi manusia yang syarat dengan aneka kesulitan dan tantangan. Ia pun menerima penderitaan sebagai jalan menuju keselamatan.

Beriman dan percaya kepada Kristus berarti kita juga harus mengikuti jalan yang telah dilalui oleh Yesus sendiri. Adalah sebuah pengingkaran diri dan pengingkaran iman kita sendiri kalau kita menggunakan jalan pintas dan mental instan untuk mencapai sesuatu.

Iman Katolik (Kristen) adalah iman yang bertumbuh di tengah tantangan, iman yang lahir dari penganiayaan demi penganiayaan, karena itu pengorbanan dan perjuangan kita dituntut. Yesus telah menawarkan kepada kita para pengikutNya suatu jalan yang amat lain yakni jalan pengorbanan.

Kesuksesan atau keberhasilan hanya akan terasa indah kalau ia lahir dari sebuah usaha, pengorbanan dan kerja keras. Tanpa tetesan keringat, darah dan air mata, kesuksesan atau keberhasilan akan terasa hambar. Harga diri kita sebagai orang Katholik atau pengikut Kristus hanya bisa kita tunjukkan lewat sikap kita yang menghargai proses kehidupan termasuk keberanian untuk melewati jalan-jalan terjal, kerikil-kerikil tajam dan padang gurun kehidupan ini.

Pertanyaan untuk kita renungkan. Apakah sebagai orang Katholik kita telah sungguh menghargai proses atau perjuangan untuk meraih sukses ? Ataukah kita lebih sering memakai jalan pintas atau system instan untuk menggapai sesuatu yang kita inginkan ? Jawabannya ada dalam hati kita masing-masing. Hanya diri kita dan Tuhan sajalah yang tahu.

Namun sebagai pengikut-pengikut Kristus, kita diajak untuk tidak gampang menggadaikan harga diri kita, menggadaikan iman kita dengan bermental instan dan cari jalan pintas untuk meraih sesuatu. Menghargai proses, berani melewati jalan-jalan terjal kehidupan, setia meniti lika-liku kehidupan kita adalah perwujudan dari sikap iman kita akan Kristus yang telah rela menderita, wafat hingga bangkit dari antar orang-orang mati. Ibarat emas yang hanya bisa diuji kemurniaannya dalam tanur api, begitupun sebagai orang-orang Katholik (Kristen), kedewasaan iman kita hanya akan diuji dalam keberanian kita untuk meniti jalan-jalan terjal kehidupan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar