3 April 2009

Perempuan Katolik Calonkan Diri sebagai Anggota DPRD

KUPANG, NTT (UCAN) -- Beberapa perempuan Katolik mencalonkan diri dalam pemilihan anggota DPRD pada 9 April, dan Gereja mendukung mereka sehingga akan ada lebih banyak lagi perempuan yang melayani kelompok-kelompok masyarakat lemah dalam dewan yang didominasi laki-laki itu.

"Sebagai guru dan perempuan Katolik, saya merasa terpanggil berbuat sesuatu," kata Aplonia Max Nae, 48. "Hal mendasar yang ingin saya perjuangkan adalah di bidang pendidikan, terutama kesejahteraan para guru."

Bangsa Indonesia akan memilih anggota DPRD tingkat propinsi dan kabupaten serta DPR RI untuk masa jabatan lima tahun ke depan pada 9 April.

Nae mencalonkan diri untuk DPRD Kota Kupang, ibukota Propinsi Nusa Tenggara Timur. Pada pemilu lalu, hanya ada satu wanita, seorang Protestan, yang meraih satu kursi dari 30 kursi DPRD kota itu.

Lima puluh lima kursi DPRD tingkat propinsi hanya terdiri dari enam perempuan, semuanya Protestan. Umat Katolik merupakan mayoritas di Nusa Tenggara Timur, namun di wilayah Kupang, mayoritas penduduknya Protestan.

Nae mengatakan ia mulai tertarik dengan dunia politik lima tahun lalu, ketika ia menyadari daerah itu tidak memiliki legislator perempuan Katolik.

"Saya berusaha membekali diri dengan ilmu pengetahuan, perundang-undangan, juga masuk dan terlibat aktif dalam partai politik," kata guru SMP Giovanni yang dikelola Katolik. "Saya merasa sebagai perempuan Katolik saya mampu dan saya mau memperjuangkan demi kepentingan umum."

Sebagai anggota Partai Kasih Demokrasi Indonesia, yang berbasis Katolik, Nae mengatakan tujuan utamanya adalah untuk memperbaiki kesejahteraan guru dan menghapus gap penggajian antara sekolah-sekolah negeri dan swata. Gaji guru-guru sekolah swasta lebih rendah.

Perempuan Katolik lainnya yang mencalonkan diri sebagai dewan legislatif yang sama, Katherina Deno Skera, 61, mengatakan dukungan Gereja terhadap partisipasi perempuan sangat penting.

"Terima kasih kepada Gereja, yang telah menghimpun kami semua para caleg Katolik. Kami dituntun oleh Gereja dengan pencerahan-pencerahan rohani untuk bersikap dan berprilaku dalam politik," kata wanita itu. "Kami merasa tidak sendirian."

Pensiunan kepala sekolah swasta Katolik itu menambahkan bahwa ia belajar dari pengalaman suaminya, Fransiskus Skera, yang pernah menjadi anggota DPR RI selama 10 tahun.

"Saya banyak belajar berorganisasi," kata anggota dari Partai Republik Nusantara.

Nae dan Skera berada di antara enam caleg perempuan yang bergabung dalam seminar itu pada Maret tentang Perempuan Katolik dan Politik Dalam Pemilu 2009, Peluang dan Tantangan. Komisi Kerasulan Awam/Perempuan Keuskupan Agung Kupang mengadakan acara itu untuk mendorong perempuan Katolik supaya ambil bagian dalam melayani masyarakat dengan visi dan misi seperti “Yesus Kristus yang datang melayani mereka yang miskin, lemah dan tertindas," demikian Pastor Yulius Bere SVD, ketua komisi itu.

"Kami berharap para caleg perempuan Katolik memiliki dan memahami diri sebagai pelayan masyarakat," katanya.

Pastor Florens Maxi Un Bria, kepala Paroki St. Yosef Pekerja Penfui, Kupang, mengatakan kepada peserta seminar bahwa umat Katolik memiliki peran dalam dunia perpolitikan Indonesia.

Dengan mengutip "Gaudium et Spes," Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja dalam Dunia Modern," mantan ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuksupan Agung Kupang itu mengatakan para politisi Katolik "harus menentang ketidakadilan dan penindasan," serta intoleransi. Namun mereka "harus mempunyai intelektualitas, dan integritas diri, kerohanian, kejujuran dan kepedulian sosial," tambahnya.

Perempuan Katolik di propinsi itu juga menyiapkan diri untuk memberikan hak suara pada 9 April. Di Ende, Flores, sebuah pulau yang mayoritas Katolik, lewat radio yang dikelola pemerintah menyiarkan wawancara dengan para caleg DPRD Kabupaten Ende termasuk Alexia Sadipun, seorang Katolik yang dicalonkan dari Partai Buruh.

"Saya ingin semua legislasi di tingkat lokal (perda) untuk melindungi kepentingan perempuan, memberikan mereka kesempatan untuk berpartisipasi dalam kehidupan publik dan mendorong pendidikan yang lebih tinggi bagi perempuan," kata wanita itu.

Wanita Katolik lain, Maria Margareta Sigasare dari Partai Golongan Karya (Golkar), mengatakan target utamanya memperjuangkan lembaga keuangan bagi perempuan sehingga perempuan terlibat penuh di dalam membangun ekonomi keluarga mereka. "Ketergantungan perempuan pada pendapatan suami telah membuat perempuan rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga," kata wanita itu.

Hasil survei lapangan akhir Juli oleh Komnas Perempuan menunjukan bahwa intimidasi dan diskriminasi jender terhadap caleg perempuan merupakan hal yang biasa terjadi.
2009-4-1 IS06919.636b 628 kata

Tidak ada komentar:

Posting Komentar