6 April 2009

Tuan Ma dan Kota Reinha

Oleh P Alex Beling SVD

KATAKAN saja, di seluruh dunia ada hanya satu Tuan Ma dan ada hanya satu Kota Reinha. Orang Larantuka atau Orang Nagi pasti senang mengakui bahwa ini memang benar. Tidak ada tempat lain kecuali di Larantuka, ibu Kota Flores Timur di mana orang berbicara mengenai Tuan Ma dan Kota Reinha sebagai milik pusaka sendiri. Tentu juga orang-orang Nagi yaitu orang-orang asal Larantuka yang tinggal di mana saja di luar Larantuka pasti berbicara mengenai Tuan Ma dan Kota Reinha sebagai harta puska sendiri.

Pada memasuki masa Puasa Katolik atau masa Prapaska kita bisa merasakan di Larantuka suatu suasana di mana orang mulai berbicara mengenai istilah-istilah, nama-nama dan lain-lain yang diangkat dari tradisi agama menyangkut Semana Santa. Di tengah-tengah seluruh tata Liturgi ( upacara resmi) Gereja Katolik terletak perayaan Paska atau Kebangkitan Yesus Kristus dari alam maut. Itulah puncak atau perayaan inti iman Katolik. Untuk menekankan makna luhur dari perayaan Paska itu disusunlah kerangka perayaan-perayaan, baik sebagai persiapan maupun sebagai penyudahan atau penerapan. Persiapan khusus dilaksanakan selama 40 hari masa Puasa atau Prapaska, dimulai pada Hari Rabu Abu dan berakhir pada Hari Jumat Agung. Sedangkan hari-hari Minggu sesudah Paskah adalah masa mengenang, bersyukur dan menerapkan makna Paska dalam kehidupan. Dengan demikian Paska mendapat tempat sentral dalam kehidupan kristiani.

Dalam Liturgi Gereja Katolik dikenal Minggu Kudus, yang disebut juga Pekan Suci ialah waktu satu minggu menjelang pesta Paska untuk melangsungkan perayaan-perayaan peringatan kejadian-kejadian pada akhir hidup Yesus Kristus terutama penderitaan, wafat-Nya serta kebangkitan-Nya. Di Larantuka, di luar perayaan liturgis sebagaimana berlaku dalam Gereja Katolik di seluruh dunia, ada yang disebuat Semana Santa (bahasa Portugis, artinya Minggu Kudus). Dengan nama Semana Santa dimaksudkan bukan hanya segala perayaan yang berlangsung dalam Minggu Kudus sebelum Paska, melainkan juga mengenai banyak hal lain yang dilaksanakan selama masa Puasa, seperti doa bergilir, latihan-latihan dan pertemuan-pertemuan. Semana Santa dalam arti semput dimulai pada Hari Minggu Palma. Lalu menyusul hari Rabu yang disebut Rabu Trewa.

Selanjutnya pada hari Kamis yaitu Kamis Putih selain upacara liturgis di gereja ada upacara tersendiri di Kapela Tuan Ma : kapela dibuka dan patung Tuan Ma disiapkan. Hari Jumat Agung (disebut juga Sesta Fera) adalah hari besar mengenang wafatnya Yesus Almasih, dan pada malam harinya dilangsungkan perarakan besar memperingati pemakaman Tuhan Yesus. Hal-hal khusus ini dilaksanakan menurut peraturan-peraturan tradisional keagamaan yang ketat dan yang berlaku turun-temurun. Tradisi Semana Santa itu sedemikian tertanam dalam hati orang Nagi (orang Larantuka) sehingga sudah merupakan bagian integral dari suatu kebudayaan religius atau Adat Serani.

Tuan Ma
Dua objek religius dalam kompleks perayaan Semana Santa yang mendapat perhatian istimewa ialah Tuan Ma dan Tuan Ma (Tuan Mama) ialah Santa Bunda Maria, sedangkan Tuan Ana ialah Tuhan Yesus atau Tuhan Anak Alllah. Tuan Ma dan Tuan Ana masing-masing dikenal dalam rupa dua patung khusus yang disimpan dan dihormati dalam masing-masing kapela yang dikenal sebagai Kapela Tuan Ma yang terdapat di Larantuka di Kampung Batu Mea, Kapela Tuan Ana di Kampung Lohayong. (NB. Dalam Kapela Tuan Ma ada lagi satu patung Santa Maria yaitu Maria Reinha Rosari yang disebut juga Maria Alleluya.

Dalam beberapa tahun terakhir dua kapela yang tua sudah diganti dengan bangunan-bangunan kapela-kapela yang indah. Selama masa Puasa dilaksanakan kegiatan-kegiatan Semana Santa sesuai peraturan yang berlaku, yang disebut dengan istilah serewi-serwisu Deo (layan-melayani Tuhan).

Tentang patung Tuan Ma yang disebut juga patung Mater Dolorosa (Bunda Berdukacita) ada cerita, bahwa patung yang kira-kira satu setengah meter tingginya adalah patung Bunda Maria yang konon 500 tahun lalu terhayut dari laut dan diketemukan terdampar di Pante Ae Kongga Pante Besar Larantuka. Setelah dikenal bahwa itu adalah patung Bunda Maria, maka umat Katolik telah mengambil dan menempatkannya dalam sebuah kapela di mana orang berdoa dan memuji Allah dan Bunda Maria. Patung itu biasa kelihatan terbungkus dengan sebuah mantol indah yang besar berwarna biru tua, dan yang nampak hanya wajah dan tangan kanan yang terbuka. Sejak ratusan tahun sudah ada kegiatan devosi rakyat turun-temurun dan berada di bawah perlindungan dan pimpinan penguasa setempat yakni Raja Larantuka yang mempunyai juga fungsi dan kewajiban tertentu dalam upacaya-upacara menyangkut Tuan Ma. Sebagai seorang raja yang beragama Katolik, Raja Servus I, dia telah menyatakan kesetiaan pada tugasnya itu dengan menyerahkan tongkat kerajaan secara resmi kepada Santa Bunda Maria. Dengan demikian secara simbolis dia mempercayakan keselamatan dan kesejahteraan rakyat kerajaannya dalam tangan Santa Bunda Allah yang dilantik menjadi Reinha (Ratu) kota dan kerajaan Larantuka.

Untuk mengungkapkan cinta kepada Santa Maria istilah Tuan Ma terasa lebih manis dan mesra, sedangkan Reinha (bahasa Latin Regina) atau Ratu lebih bernuansa penguasa.
Penghormatan terhadap Tuan Ma sudah mantap sebagai suatu tradisi terhormat dan terbukti oleh kesetiaan umat dan oleh siapa saja yang menunjukkan respek terhadap milik rohani ini. Kesetiaan hormat dan cinta kepada Santa Bunda Maria ini berdasarkan ajaran Gereja Katolik tentang Santa Maria dalam peranannya yang sangat erat berkaitan dengan hidup serta karya Yesus Kristus. Santa Maria adalah Bunda yang melahirkan Yesus Kristus, dan dia adalah juga Bunda Gereja yaitu umat yang percaya kepada Yesus Kristus. Kesetiaan menghormati dan mencintai Santa Bunda Maria (Tuan Ma) mempunyai dasar dalam pengalaman-pengalaman, baik yang nyata dan dapat dibuktikan maupun yang tidak nampak dan bersifat spiritual.

Ambil sebagai contoh, sudah jutaan jumlah orang yang berziarah ke Lourdes di Perancis, di antaranya sangat banyak yang pergi sebagai pasien dan penderita macam-macam penyakit, untuk berdoa memohon penyembuhan. Jumlah mereka yang benar-benar secara ajaib sembuh dengan perantaraan Bunda Maria, tidak seberapa kalau dibanding dengan jumlah yang jauh lebih besar dari mereka yang pulang dengan hati dan jiwa yang disembuhkan oleh rahmat pertobatan dan belaskasihan ilahi serta kegembiraan batin. Kita patut percaya bahwa tak terhitung pengalaman-pengalaman kesembuhan dalam hati dan jiwa dalam arti ini telah terjadi dengan perantaraan Tuan Ma.

Hal itu dibuktikan oleh semangat devosi ini yang menyebar sangat luas dan menarik minat para pencinta Santa Maria khusus dalam perayaan Semana Santa. Di samping itu dalam pelbagai peristiwa di kawasan ini seperti bencana alam, wabah penyakit dan lain-lain, baik pengalaman umum maupun privat, orang dapat membaca tanda-tanda yang mencolik dari intervensi Bunda Allah yang tak pernah meninggalkan siapa pun yang berseru meminta pertolongannya.

Tuan Ma patut di anggap sebagai anugerah Allah untuk menjadi sarana identifikasi iman serta cinta yang hendaknya disebarluaskan guna menyembuhkan banyak penyakit jasmani dan penyakit rohani dalam masyarakat kita. Semua orang yang dating dari mana saja untuk memberi hormat kepada Tuan Ma dalam perayaan Semana Santa hendaknya kembali sebagai pelaksana cinta, persaudaraan dan damai. Dengan demikian nilai dan makna yang benar dari devosi kepada Tuan Ma tetap dijunjung tinggi dan dibersihkan dari setiap unusr yang menodainya.

Kota Reinha
Ibu Kota Kabupaten Flores Timur, Larantuka, dengan suatu rasa bangga menggelar dirinya sebagai Kota Reinha atau Kota Santa Maria Ratu. Dalam dokumen-dokumen sejarah dapat ditelusuri tahap-tahap tumbuhnya tempat pemukiman di mana sekarang terdapat Kota Larantuka yang menunjukkan variasi-variasi ekologis yang indah dan menarik. Gunung Ilemandiri dengan tinggi 1502 meter nampak bagaikan sebuah tugu pelindung dan merupakan lantar belakang alami dari panorama sebuah kota yang hanya menempati wilayah pesisir yang sempit.

Di situlah Larantuka telah bertumbuh menjadi sebuah kota di pantai. Selat Larantuka di depannya yang memberi kesan sebagai sebuah danau besar karena di semua sisi tertutup, juga oleh pulau Adonara dan Solor. Sebenarnya Larantuka hanyalah sebuah kota kecil dengan fasilitas umum terbatas. Namun justru sebagai kota yang kecil dapat dipelihara sedemikian sehingga menjadi “kecil tapi indah”.

Dokumen-dokumen sejarah menyimpan amat banyak kisah peristiwa dan pengalaman Kota Larantuka, di antaranya yang berkaitan dengan penyebaran agama Katolik oleh para misionaris dari Portugal. Dari merekalah orang-orang pribumi yang dipermandikan menyimpan pelbagai peninggalan berharga yakni iman akan Yesus Kristus dan Injil-Nya, serta devosi kepada Santa Bunda Maria di samping kebiasaan-kebiasaan kehidupan Kristiani yang terpelihara dalam tradisi turun-temurun, hingga hari ini. Semuanya ini menjadikan Kota Larantuka sebuah kotra tradisi Kristiani. Devosi yang khusus kepada Santa Maria merupakan kekayaan rohani tersendiri sehingga Santa Perawan Maria mendapat tempat istimewa dalam kehidupan masyarakat Kota Larantuka dengan gelar Reinha atau Ratu dan kota Larantuka mendapat kehormatan disebut Kota Reinha alias Kota Santa Maria.

Kehormatan Menuntut Kewajiban
Gelar Ratu untuk Santa Maria sebagai Pelindung Khusus kota Larantuka buka hanya hiasan mulia dan indah. Tuan Ma juga bukan hanya sebuah patung atau gambar kudus. Menjalankan devosi kepada Santa Maria yang bergelar Reinha atau Ratu harus menghasilkan nilai-nilai kultural terhormat dalam tata kehidupan Kota Larantuka yang pantas dan cocok dengan gelar kehormatan itu. Artinya, ada tuntutan dan kewajiban untuk memberi suatu wajah yang indah terpelihara, ayu dan manis kepada kota yang disebut dengan nama khusus Kota Reinha.

Kalau berbicara tentang kota ini sebagai tempat pemukiman manusia pada saat ini, dengan amat menyesal harus diakui bahwa banyak sector dari tempat diam ini nampak menjengkelkan : sangat jorok, kotor, dan berbau busuk. Di tengah kota, di antara rumah-rumah kediaman terdapat sampah-sampah berhamburan dan tidak pernah ada usaha untuk menertibkan. Tempat-tempat yang penuh dengan sampah adalah selokan-sekolah (got) di mana air tak pernah mengalir. Selanjutnya, satu tindakan yang harus disebut sebagai kejahatan ialah coret-mencoret pada tembok-tembok, dinding-dinding rumah, pada jalan-jalan, ya pada apa saja. Satu tanda jelas bahwa tidak ada suatu disiplin dan peraturan hidup bersama, sepertinya ada suatu budaya kotor yang mengandung ancaman penyakit-penyakit bagi kehidupan di Kota Reinha. Kita tidak minta suatu Dinas Pemerintah untuk membersihkan dan membasmi kejahatan ini. Yang wajib dan dituntut adalah warga penduduk sendiri untuk memelihara Kota Larantuka, Kota Reinha yang bernuansa bersih, indah, segar, dan sehat.

Kota Larantuka dan lingkungannya yang indah memesona bersama kekayaan ritual keagamaannya dapat memikat hati lebih banyak orang dari luar yang suka dating mengambil bagian dalam perayaan Semana Santa. Sebagai tuan rumah yang baik dan ramah Orang Nagi boleh saja mengundang, tapi harus memperlihatkan wajah kota ziarah ini selalu sebagai tempat yang sangat layak bergelar Kota Reinha.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar