2 Maret 2009

JANGAN SALAH PILIH!

SURAT GEMBALA USKUP AGUNG ENDE
MASA PRAPASKAH 2009


Para Imam, Biarawan-Biarawati, Saudara-Saudari, Umat beriman terkasih dalam Tuhan!

1. Tema Aksi Puasa Pembangunan Nasional tahun 2009 ialah “Kesejatian Hidup dalam Hubungan Antar Umat Beragama.“ Tema ini mengajak saya untuk memahami kesejatian hidup sebagai suatu sikap hidup seseorang yang beriman dan bermoral, untuk menghadapi tugas-tugas hidup di tengah-tengah kebersamaan yang pluralistis. Salah satunya ialah panggilan tugas dan peran politik yang mesti kita mainkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehubungan dengan tema ini, saya mengajak Saudara-Saudariku seiman, untuk mencermati peran gereja dalam berpolitik khususnya dalam menjamin keberlanjutan tujuan hidup berbangsa. Salah satu perwujudan peran politik ini ialah dengan melibatkan diri dalam pemilihan umum yang kini tengah menjadi isu hangat. Pada tanggal 9 April 2009 nanti kita akan memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di DPRD Kabupaten, DPRD Propinsi, DPR Pusat, dan DPD. Lalu pada tgl 6 Juli 2009 kita akan memilih presiden dan wakil presiden Republik Indonesia.

2. Suasana pesta demokrasi ini mulai menyemaraki keseharian kita. Sejumlah orang telah mendaftarkan diri sebagai calon legislatif (Caleg) dan beberapa tokoh malah sudah gencar mencitrakan diri sebagai calon presiden/wakil presiden (Capres/Cawapres). Kita patut menghargai hak setiap orang untuk dipilih. Sebagai gembala di keuskupan ini, saya ingin menandaskan bahwa kita patut memaknai momentum demokrasi ini sebagai kesempatan untuk memberikan kesaksian tentang kebenaran, kejujuran, dan kebajikan-kebajikan kristiani, sambil menghindarkan diri dari sikap egoisme, kelompokisme, dan pragmatis yang sempit. Dengan rendah hati, saya mengajak umat sekalian untuk mempersembahkan nilai-nilai itu sebagai buah-buah rahmat retret agung prapaskah bagi keberhasilan Pemilu 2009.

3. Seruan Nabi Yoel pantas menjadi acuan permenungan kita selama masa puasa ini. “Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu” (Yoel 2:13a) merupakan ajakan bagaimana kita seharusnya menjalani puasa sejati. Sebagai suatu upaya pembenahan diri, puasa seharusnya diwujudkan dengan merubah hidup secara radikal, mulai dari dalam inti diri yaitu hati. Pembalikan arah (metanoia) tidak cuma berlangsung dengan merubah sikap lahiriah yang dangkal melainkan secara menyeluruh dari hati sebagai pusat diri. Karena segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu, dan hujat timbul dari hati (bdk. Mt 15:19; Mk 7:21). Dengan kata lain, semua ungkapan perkataan, perbuatan dan sikap tindakan berasal dari dalam hati (bdk. Mt 15:18).

4. Pertobatan bertujuan mengembangkan penyadaran diri dengan memperbaiki kesalahan dan melakukan silih. Perubahan ini diharapkan semakin memurnikan hati karena hati merupakan pula bait Roh Kudus dan milik Allah sendiri (bdk. 1Kor 6:19). Dalam hati berdiam nurani yang asali, tempat Allah menulisi hukum taurat (bdk. Rom 2:15). Membenah hati berarti kita memberi ruang bagi fungsi suara hati yang murni. Selanjutnya hati yang murni akan menciptakan sikap kreatif, adil, dan jujur serta memungkinkan relasi yang semakin harmonis. Proses pemurnian batin inilah yang kiranya menjadi sumber ilham bagi kita dalam menentukan pilihan pada saat pemilu nanti.

5. Sebagai bangsa yang sedang belajar berdemokrasi, kita patut berbangga menyaksikan kesuksesan pelaksanaan pemilu-pemilu yang lalu. Ketertiban dan tingkat partisipasi yang tinggi membuktikan bahwa masyarakat semakin menghargai demokrasi dan menyadari tanggungjawab berpolitik. Keterlibatan ini membenarkan pula bahwa golongan putih (golput) merupakan pilihan yang tidak bertanggung jawab di tengah semakin banyaknya tawaran partai politik dan peluang demokrasi. Sebagai ajang pendidikan politik, pemilu diharapkan memurnikan semangat demokrasi masyarakat untuk semakin menghargai perbedaan dan pilihan politik serta mengutamakan kepentingan bersama (bonum commune) di atas kepentingan pribadi atau kelompok.

6. Namun di balik kenyataan yang membanggakan, masih terdapat sikap yang kurang terpuji dan bahkan menghambat perkembangan demokrasi yang mulai bersemi. Banyak pemilih cenderung tidak bijaksana dan pada akhirnya tidak mampu memilih pemimpin maupun wakil-wakil rakyat yang berkualitas. Padahal merekalah yang akan menentukan kebijakan publik yang diharapkan semakin menyejahterakan bangsa ini. Banyaknya partai dan besarnya jumlah calon dapat menyebabkan para pemilih asal pilih atau memilih kucing di dalam karung. Kebingungan ini diperpuruk dengan mekanisme seleksi calon di partai-partai yang cenderung mengabaikan kompetensi. Berhadapan dengan kenyataan ini, peran pemilih menjadi amat penting dan mendesak.

7. Mengamati praksis politik di tingkat lokal selama ini, masyarakat cenderung terpola dalam dua sikap yang menghambat demokrasi yaitu sikap ekslusif (tertutup) dan pragmatis:

a. Sikap eksklusif (tertutup ke dalam kelompoknya). Banyak umat yang masih berpegang pada prinsip “yang penting orang saya” atau ”pokoknya jangan orang lain”. Sikap ini membenarkan bahwa kita belum mampu memilih berdasarkan kualitas seorang calon. Dengan menjagokan calon sendiri, kita mengutamakan kelompok sendiri, fanatik, tertutup, tidak kritis, dan bahkan tidak mau tahu dengan orang lain. Kita menjadi pemilih yang irrasional, emosional dan primordial.


b. Prinsip pragmatis yang mengutamakan uang atau kepentingan ekonomis. Banyaknya jumlah caleg, di satu pihak menunjukkan melimpahnya jumlah orang yang berkualitas di wilayah ini. Namun di lain pihak juga mengindikasikan bahwa banyak orang yang mengimpikan kedudukan legislatif sebagai status yang menjanjikan keuntungan ekonomis. Penampilan para legislatif yang selama ini kaya mendadak memperkuat indikasi ini. Tidak mengherankan bila sebagian calon telah mulai menggaet para kontraktor sebagai sponsor. Di lain pihak, banyak pemilih pun menganuti prinsip pragmatis yang sama. Ada segelintir orang yang dengan gampang menjual suara dengan pelbagai bentuk imbalan ataupun janji. Orang cenderung berpikir praktis: daripada mendapat janji yang belum pasti, lebih baik menerima dulu sebelum memilih.

Saudara-saudari terkasih!

8. Tuntutan memilih secara rasional tidak saja menjadi tuntutan moral, melainkan pula tuntutan urgensi situasi. Situasi kurang kondusif akhir-akhir ini seperti krisis ekonomi dunia yang membawa dampak bagi kenaikan harga barang produksi, kelesuan ekonomi yang ditandai turunnya harga komiditi rakyat, naiknya tingkat inflasi, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sejumlah karyawan telah menggoncang kondisi ekonomi bangsa kita. Selain kelesuan ekonomi yang memperparah kemiskinan, iklim politik di wilayah ini masih tetap diganjal praktek KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Tidak mengherankan bila banyak kebijakan pemerintahan di wilayah ini terkesan kurang berpihak pada rakyat.

9. Satu-satunya cara demokratis bagi kita menjawabi krisis ekonomi politis ini ialah dengan memilih pemimpin yang berkualitas dan memiliki integritas diri. Tobat yang sejati seharusnya diwujudkan dalam perubahan sikap memilih yang bijaksana, yang tidak mengutamakan orang atau kelompok sendiri serta tidak didasarkan pertimbangan praktis yang sempit. Agar kerinduan akan perubahan sebagai cikal-bakal idealisme kristiani dapat terwujud, saya mengusulkan untuk memilih caleg dan capres/cawapres yang tidak bias jender dan memiliki kriteria: kompetensi, ber-karakter dan ber-komitmen ( 3 K ). Kompeten berarti si calon memiliki kesehatan fisik dan kemampuan intelek seperti wawasan untuk membaca kebutuhan masyarakat dan menentukan kebijakan publik; Karakter yaitu sikap moral pribadi yang terpuji. Karakter ini tampak dalam tingkah laku hidupnya selama ini dan dapat terbaca dalam rekam jejaknya; Komitmen yakni konsisten berpegang pada prinsip kebenaran dan keberanian untuk memperjuangkan kepentingan banyak orang di atas kepentingan diri maupun golongan, sambil menjunjung tinggi hak asasi manusia.

10. Gereja bertanggungjawab mendidik umatnya termasuk memberikan pendidikan politik. Gereja pun terpanggil untuk menjamin ketertiban politik. Sehubungan dengan peran ini, saya mengajukan beberapa tindak lanjut yang konkrit:

a. Dalam kerjasama dengan berbagai organisasi maupun instansi lain, para pastor bersama DPP hendaknya memfasilitasi tatap muka/dialog para caleg dengan masyarakat pemilih. Dialog dalam suasana persaudaraan merupakan ciri kristiani untuk saling meneguhkan dan memperbaiki sekaligus menguji.

b. Bagi saudari-saudaraku, para caleg, dengan rendah hati saya mengajak untuk menjadikan ajang pemilu ini sebagai proses pemurnian motivasi dan komitmen diri. Bagi yang kalah hendaklah menerimanya dengan sikap sportif dan bagi yang menang, tetaplah berpegang pada komitmen Anda untuk mereformasi Dewan yang terhormat. Gereja sebagai ibunda iman atau rumah induk Anda akan tetap membuka diri untuk mendukung serta mendengarkan curahan isi hatimu.

c. Mengakhiri seruan kegembalaan ini, saya mengajak umat sekalian untuk melanjutkan refleksi pemilu ini dengan bersama-sama menggeluti bahan katekese umat yang dirancang khusus menyongsong Pemilu 2009 ini.

Saudara-saudari, Umat beriman yang terkasih di dalam Tuhan!

11. Kebetulan pemilu kita kali ini bertepatan dengan perayaan hari-hari besar dalam Pekan Suci. Kita mesti berbahagia karena dengan demikian kita boleh mempersembahkan keheningan penuh rahmat Pekan Suci demi kepentingan bangsa kita yang tercinta. Kirannya kedua peristiwa yang terjadi sejalan ini, tidak saling mengganggu; Tetapi sebaliknya dapat saling memberi makna yang lebih berdaya guna bagi bangsa yang ber-Ketuhanan Yang Mahaesa ini.

Sambil mengucapkan salam: SUKSES UNTUK PEMILU 2009 DAN SELAMAT HARI RAYA PASKAH 2009, saya berharap dan berdoa agar seluruh umat dengan hati mulia memperlihatkan cinta dan komitmen untuk menciptakan kesejahteraan bersama dengan menggunakan hak pilih secara tepat dalam Pemilu yang lebih bermartabat. INGAT! JANGAN SALAH PILIH.

SELAMAT BERPUASA
DAN
SELAMAT PESTA PASKAH 2009.

Uskupmu,




† Mgr. Vincent Sensi Potokota, Pr



Tidak ada komentar:

Posting Komentar