12 Mei 2009

Perubahan Batin” Perlu untuk Memerangi Rasisme, demikian Takhta Suci

Oleh Gerard O'Connell
Koresponden Khusus di Roma


KOTA VATIKAN (UCAN) -- Pengamat tetap Takhta Suci di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ingin meninggalkan kontroversi seputar cercaan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad baru-baru ini terhadap Israel. Dia mengatakan, untuk memerangi rasisme dibutuhkan “lebih banyak strategi yang efektif.”

Berbicara dalam konferensi PBB tentang rasisme di Geneva pada 22 April, Uskup Agung Silvano Tomasi mengatakan, pendidikan merupakan kunci untuk memerangi segala macam prasangka.

Walaupun hukum dan kesepakatan internasional itu “harus ada” untuk melindungi hak-hak para korban rasisme, hukum-hukum itu tidak akan efektif tanpa “suatu perubahan batin,” katanya.

"Memerangi rasisme merupakan prasyarat yang perlu dan harus ada untuk membangun pemerintahan, pembangunan berkelanjutan, keadilan sosial, demokrasi, dan perdamaian di dunia,” tegasnya.

Pendidikan memiliki “peran yang tak tergantikan” untuk menciptakan perubahan ini, katanya, dan mendesak adanya peninjauan kembali berbagai sistem pendidikan sehingga “setiap aspek diskriminasi bisa dilenyapkan dari pengajaran."

Uskup agung itu juga mengeritik Ahmadinejab secara terselubung dengan mengatakan bahwa forum PBB ini “sayangnya dimanfaatkan untuk menyingkapkan sikap politik yang ekstrim dan agresif yang disesali dan tidak bisa diterima Takhta Suci."

Penyingkapan-penyingkapan seperti itu "tidak menyumbangkan sesuatu untuk dialog,” lanjutnya. "Semua itu hanya menimbulkan konflik yang tidak bisa diterima, dan tentu saja tidak bisa diterima dan disetujui."

Pada 20 April, Ahmadinejad menuduh Israel rasis.

Vatikan dikritik oleh sejumlah kelompok Yahudi karena menghadiri konferensi PBB itu, tetapi uskup agung itu mempertahankan keputusan Vatikan dengan mengatakan bahwa kerja sama dengan berbagai organisasi internsional merupakan elemen penting bagi perjuangan Takhta suci melawan segala bentuk rasisme, diskriminasi rasial, ultranasionalisme (xenophobia), dan intoleransi terkait.

Uskup Agung Tomasi mengatakan, "dalam memerangi rasisme, komunitas-komunitas agama berperan penting” dan jaringan luas pendidikan Gereja Katolik merupakan sebuah senjata ampuh dalam sebuah perang seperti itu.

Gereja mengajar umat “bagaimana hidup bersama dan bagaimana mengerti bahwa setiap bentuk kecurigaan rasial dan diskriminasi melukai martabat setiap pribadi yang diciptakan menurut citra Allah, serta merusak upaya membangunan sebuah masyarakat yang adil dan ramah."

Konferensi Geneva 20-24 April itu meninjau kembali program aksi yang disepakati dalam Konferensi Dunia tentang Rasisme di Durban tahun 2001, tetapi pertemuan itu diboikot oleh sembilan negara termasuk Amerika Serikat, Israel, Kanada, Australia, dan sejumlah negara Eropa.

Sumber: Ucanews.com. Baca di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar