12 Mei 2009

Pusat Bimbingan Belajar Katolik Bermanfaat bagi Pelajar Terbelakang

KARACHI, Pakistan (UCAN) -- Sebuah pusat pembelajaran inovatif Katolik bagi kaum miskin di Karachi telah memiliki keberhasilan pertamanya, dan satu dari alumninya diterima untuk belajar guna menjadi imam.

"Saya lemah di bidang fisika, tetapi berhasil setelah ikut dalam pusat itu dan akhirnya mendapat nilai cukup tinggi untuk bisa menjadi frater Oblate dan memulai langkah pertama menuju imamat," kata Robinson Mehtaab, 17.

Dia kini belajar di rumah pembinaan Tarekat Maria Dikandung Tanpa Noda (OMI, Oblates of Mary Immaculate), setelah berhasil menyelesaikan kelas 10.

Untuk bisa menjadi calon imam dituntut paling tidak rata-rata nilai B dalam ujian martikulasi sekolah.

Mehtaab adalah satu dari 11 pelajar yang berhasil lulus melalui pusat pendidikan St Yudas yang dikelola kelompok kaum muda Prajurit Kristus (Soldiers of Christ) di Paroki St. Yudas di Karachi.

Pusat dibuka pada Oktober 2007.

"Kami memulai pusat itu untuk para siswa Katolik yang tidak bisa mengikuti pembinaan karena terbentur biaya," kata Babar Mushtaq, pemimpin proyek itu.

Timnya yang terdiri dari enam guru memberi kursus selama dua jam per minggu, dengan mempersiapkan pelajar kelas 9 dan 10 untuk ujian dengan hanya memungut 400 rupee (US$5) per bulan.

Pusat-pusat pembelajaran lainnya di negeri itu terlalu mahal bagi banyak pelajar miskin di Pakistan.

Mehtaab harus mengadakan perjalanan 20 kilometer setiap hari untuk mengikuti kursus itu.

"Pusat-pusat lain memberi kursus yang sama dengan biaya 2.000 rupee," katanya.

Mushtaq, seorang kepala sekolah di sebuah sekolah swasta, mengatakan bahwa 400 rupee itu digunakan untuk membeli buku, peralatan studi, dan fotokopi. Para guru mendapat stipendium masing-masing sebesar 1.000 rupee per bulan.

"Jika ada pelajar tidak bisa membayar biaya bulanan, salah seorang guru selalu akan memberi bahan pelajaran dan mengatur cara pembayaran secara berangsur," katanya.

Pusat dengan dua ruang kelas itu kini memiliki 23 pelajar usia 16 hingga 20 tahun.

Mushtaq mengatakan, dia akan mengembangkan pusat itu untuk bisa menampung lebih banyak pelajar.

Bagi Khuram Shehzad dan pelajar-pelajar lain dari keluarga-keluarga miskin, pusat pembelajaran itu memberi harapan baru.

"Saya mestinya putus sekolah di kelas 8 karena masalah keuangan, namun kini saya mendapat bantuan bari pusat di St. Yudas,” jelas Shehzad.

Pastor Ricahrd D' Souza, kepala Paroki St. Yudas, sangat memuji para relawan muda di parokinya, yang katanya menjawab suatu kebutuhan besar.

"Dilema paling besar bagi keuskupan agung adalah bahwa hampir semua keluarga di sini memiliki anak-anak perempuan yang berpendidikan tinggi, namun anak laki-laki biasanya berpendidikan tidak lebih dari kelas 10.

"Karya orang-orang muda Katolik dalam bidang mutu ini bisa menghasilkan perubahan dalam hal ini," katanya.

Sumber: ucanews.com. Baca di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar